Membangun Prinsip-prinsip Berpolitik Secara Santun
Harold Lasswell mengartikan politik sebagai who gets what when and how. Sedangkan Aristoteles
berpandangan bahwa politik merupakan best
possible system that could be reached. Pengertian kedua filsuf tersebut
memang benar adanya dalam setiap urusan politik, bagaimana setiap pihak yang
berusaha mendapatkan kepentingannya, dalam berpolitik. Sayang, hal tersebut
sering dilakulan dengan cara-cara yang kurang arif. Contohnya, praktek-praktek
menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara kotorpun telah menjadi popular dalam
tahun politik sekarang.
Fenomena kebebasan yang kebablasan terlihat
jelas ketika bagaimana dalam konteks pertarungan politik terlihat adanya upaya
pembunuhan karakter diantara calon pasangan yang ada. Bahkan hingga muncul
istilah “politisasi gossip” karena seperti halnya selebritis para calon banyak
digosipkan dalam infotaiment maupun berita dengan isu-isu yang simpang siur
yang tidak jelas kebenarannya.
Tentunya hal tersebut menimbulkan efek yang
tidak baik khususnya bagi kepercayaan public terhadap praktik politik di
Indonesia. Untuk menghindari efek negatif tersebut, setiap politisi haruslah
mengedepankan berpolitik secara santun, seperti pesan dari Almarhum Taufik
Kiemas yang mengatakan “Kita harus berpolitik secara lebih santun”.
Membangun prinsip-prinsip berpolitik secara
santun dapat dibangun dari berbagai pemikiran filsuf politik klasik. Pemikiran dari
nama-nama seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dapat juga dijadikan sebagai
rujukan berpikir.
Socrates yang merupakan bapak filsuf politik
sangat mendasarkan pemikiran politiknya pada nilai-nilai kesantunan “politik
adalah the art of the possible”. Pemikiran
politiknya merujuk pada konsep pembagian kekuasaan yang ideal, mengutamakan kepentingan
umum, kesejahteraan rakyat, dan kedamaian Negara. Begitu pula ketika merujuk
pada pemikiran Plato, yang mana Plato mendasarkan pada prinsip “membangun
masyarakat adalah hal yang utama, dan politik adalah jalan menuju perfect society”.
Berpolitik secara santun haruslah didasari
oleh prinsip-prinsip yang jelas agar tidak menimbulkan bias kesantunan politik.
Membangun prinsip berpolitik secara santun dapat diawali dengan menanamkan
obyektivitas, rendah hati, dan open mind.
Obyektivitas mampu membawa pada suatu
kebenaran absolut. Seperti halnya Socrates yang menanamkan nilai bahwa “tidak
semua kebenaran itu bersifat relatif namun banyak diantaranya yang bersifat absolute”.
Kemampuan untuk melihat kebenaran secara obyektif mampu menjadi prinsip awal
berpolitik secara santun.
Kemudian setiap politisi harus menanamkan
rasa rendah hati, artinya tidak merasa kemudian setiap pendapatnya adalah yang paling
benar. Boleh berbeda pendapat, namun tetap satu pandangan tentang bangsa. Sikap
rendah hati dapat menghindarkan politisi dari sifat sombong dan angkuh.
Prinsip yang terakhir adalah open mind, memiliki pengertian mampu
berpikir terbuka sehingga mau menerima pendapat, saran, ataupun kritikan dari
berbagai pihak termasuk dari laawan politik sekalipun.
Pada akhirnya, dengan membangun
prinsip-prinsip tersebut semoga dapat menjadi rujukan dalam berpolitik secara
santun bagi setiap politisi. Mengedepankan politik secara santun sejatinya
memiliki pengertian saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan
setiap kebenaran yang dipercaya. Tentunya, kebenaran tersebut seharuslah bukan
menyoal tentang jabatan atau kedudukan, tetapi sebuah kemaslahatan bersama,
entah siapa saja yang menjadi pemenang dalam pertarungan politik.
Hendaknya setiap pihak harus mampu berjiwa besar
menerima setiap hasil akhir proses politik. Menjaga profesionalitas, tidak
mengedepankan emosi, bertindak atas kesadaran penuh, serta pertimbangan yang
matang harus menjadi nilai yang dibawa oleh setiap politisi. Mengingat tiga
fungsi vital yang dimilikinya sebagai Legal
drafting, Policy maker, dan Legislator.
(***)
No comments