Sejarah Perkembangan Islam di Lombok
“Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok”
Sebagian besar dari
penduduk Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas
penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam (96%).
Islam secara teologis, merupakan sistem nilai
dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek
sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial
dalam kehidupan manusia. Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya
merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya.
Sejak awal kelahirannya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang
tidak hampa budaya. Realitas kehidupan ini –diakui atau tidak—memiliki peran
yang cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang
aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui okeh
masyarakat dunia.
Aktualisasi Islam dalam lintasan sejarah telah
menjadikan Islam tidak dapat dilepaskan dari aspek lokalitas, mulai dari budaya
Arab, Persi, Turki, India sampai Melayu. Masing-masing dengan karakteristiknya
sendiri, tapi sekaligus mencerminkan nilai-nilai ketauhidan sebagai suatu unity
sebagai benang merah yang mengikat secara kokoh satu sama lain. Islam sejarah
yang beragam tapi satu ini merupakan penerjemahan Islam universal ke dalam
realitas kehidupan umat manusia.
SEJARAH
Merekonstruksi sejarah Kerajaan Selaparang menjadi sebuah bangunan
kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang
mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada ketersediaan sumber-sumber
sejarah yang layak dan memadai. Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti Babad
dan lain-lain memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable.
Apa yang tertuang dalam tulisan sederhana ini mungkin masih mengundang
perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan dalam
pengungkapannya akan dlmuat sebagai gambaran yang masih harus ditelusurl
sebagal bahan pengkajlan leblh ianjut.
Agak sulit membuat kompromi penafsiran untuk menemukan benang
merah ketiga deskripsi di atas. Minimnya sumber-sumber sejarah menjadi alasan
yang tak terelakkan.
Zaman Majapahit
Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan
di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui ekspedisi
di bawah Mpu Nala pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha
Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan
dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan
Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa
empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan
Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan Pejanggik di
selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil,
seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan Kentawang. Seluruh
kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka setelah kerajaan
Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling
terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai
sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi.
Masuknya Islam
Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari,
Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok.
Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari
Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke
berbagai wilayah di Nusantara.
"Susuhnii Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan
ke seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke
Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan
Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama
kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang untuk
memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa
dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut
keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah
kemenangannya di Sumbawa dan Bima, Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya
dan Raden Salut, ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai
kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya
ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen
meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia memulai
negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung."
Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang
menggembirkan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama
Islam, kecuali beberapa tempat yang masih memepertahankan adat istiadat lama.
Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu Rangkesari
dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas usul Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda.
Pemindahan ini dilakukan dengan alasan letak Desa Selaparang lebih strategis
dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya.
Menurut Fathurrahman Zakaria, dari wilayah pusat kerajaan yang
baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar
belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan
pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan
akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki daerah belakang berupa
bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi bertingkat-tingkat
sampai hutan Lemor yang
memiliki sumber air yang melimpah.
Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi
kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan
kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah
warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan
Belanda L. C. Van den Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat
memengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum
intelektual dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria
(1998) menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik
sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara
Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya,
aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang,
menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel
Adam, Menak Berji, Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak
menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul
Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu
pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir
Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan sebagainya.
Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman
Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman
dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya.
Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar
menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti,
Kusuma dan Warsa.
-
Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin
dimasukkan lagi.
-
Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak
mungkin dijilat lagi.
-
Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua
kali.
-
Warsa artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin
naik kembali menjadi awan.
Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah
dalam perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa
istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah
dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan
hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati
(utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia) atau terpi (teratur).
Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil)
atau genem (rajin).
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali
merasa tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan
serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan.
Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel
dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan
mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi
barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru
dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme
Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat
memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam.
Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti
karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan
di sana-sini.
PENYEBARAN ISLAM DI LOMBOK (abad ke-16)
Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya
penyebaran Islam di Lombok, salah satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara
pulau ini. Selain di Bayan, penyebaran agama Islam juga diyakini berawal dari
Pujut dan Rembitan di Lombok Tengah. Masjid kuno yang terdapat di tempat-tempat
tersebut menjadi salah satu bukti tentang penyebaran Islam dari wilayah itu.
Menurut beberapa catatan, penyebaran agama Islam melalui Bayan
dila kukan oleh Sunan Prapen, keturunan dari salah seorang Wali Songo— penyebar
agama Islam di Ja wa—yakni Sunan Giri. Namun, tak diketahui persis mengapa
Bayan menjadi tujuan pertama Sunan Prapen.
Penyebaran Melalui Dakwah
Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi penyebaran agama Islam. Ia dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan kekuatan senjata disebutkan, Sunan Prapen mampu menaklukkan beberapa kerajaan yang merupakan warisan Majapahit, lalu mengislamkan masyarakatnya.
Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen melakukan
pelayaran dalam upaya penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara dari Gresik
lewat pantai utara Jawa. Dia tidak berlabuh ke Pulau Bali, tapi langsung ke
Bayan. Dari letak geografisnya, Bayan berada di tepi pantai utara Lombok
sehingga sangat mungkin Sunan Prapen melempar sauh di sini. Belakangan, Sunan
Prapen diperkirakan barulah ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah dari
Sumbawa dan Bima.
“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran
dilakukan oleh pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari
Jawa,” kata budayawan setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal muasal
penyebaran Islam di Lombok melalui pantai utara. “Yang monumental adalah
peninggalan kebudayaan tulis dari Jawa. Ini menunjukkan adanya jejak wali dari
Jawa, yakni Sunan Prapen,” lanjutnya.
Anggun Zamzani (2009) dalam penelitiannya mengenai “Sejarah
Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok Abad XVI-XVIII” menemukan bahwa agama
Islam masuk ke Pulau Lombok pada abad XVI melalui misi yang dipimpin oleh Sunan
Prapen, putra Sunan Giri. Mengenai bukti-bukti berkembangnya Islam di Lombok
dapat dilihat dari adanya peninggalan masjid kuno yang ada di Bayan, Lombok
Utara, yang disebut dengan Masjid Bayan Beleq dan masjid kuno yang ada di Pujut
dan Rembitan Lombok Tengah. Selain itu, juga terdapat makam raja-raja
Selaparang yang ada di Lombok Timur.
Selain bukti arkeologi, Anggun juga menemukan bukti lain, yakni
dalam bidang seni sastra, baik itu seni tabuh, seni suara, maupun seni tulisan.
Dalam penelitian ini juga me nun jukkan bahwa agama Islam da pat ber kembang di
Lombok, selain karena peranan para penyebar agama Islam seperti Sunan Prapen,
juga adanya peranan dari rajaraja yang ada di Lom bok sendiri. Pada perkembang
an selanjutnya, agama Islam berkembang di Lombok lebih diprakarsai oleh adanya
Tuan Guru.
Dua versi
Dari literatur yang tersedia, penyebaran agama Islam di Lombok
disebutkan juga datang dari Gowa (Sulawesi Selatan) dan Bima. “Memang ada dua
versi mengenai masuknya penyebaran agama Islam di Pulau Lombok. Versi pertama
mengatakan datang dari Jawa, sementara versi satunya lagi yakni dari Sulawesi
atau Makassar,” kata Dr Akhyar Fadli, dosen dan peneliti sejarah Islam di
Lombok dari Institut Agama Islam Qomarul Huda, Praya, Lombok Tengah. “Juga
banyak versi tentang masuknya abad ke berapa,” tambahnya.
Menurut Akhyar, penyebaran yang datang dari Jawa dibawa oleh
Sunan Pengging (nama lain Sunan Prapen) sekitar abad ke-14. Pada saat itu,
Sunan Prapen bersama para pengikutnya berlabuh di Labuhan Carik, dekat Bayan,
Lombok Utara. “Menurut sejarah yang saya temukan, Sunan Pengging memang pertama
kali menginjakkan kakinya di Bayan untuk menyebarluaskan ajaran Islam,”
jelasnya.
Jejak yang seakan membenarkan mula penyebaran Islam di Lombok
melalui Bayan adalah terbentuknya komunitas/masyarakat adat Islam wetu telu di
sana. Ini adalah komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di Lombok
dengan pusatnya di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan tidak
meninggalkan ritual adat leluhurnya.
Selain terbentuknya komunitas wetu telu, menurut Akhyar, masjid
kuno yang sampai sekarang masih berdiri di Bayan adalah bukti lain mengenai
penyebaran Islam oleh Sunan Prapen melalui Bayan. Setelah menemukan lokasi yang
tepat, Sunan Prapen mendirikan masjid di sana sebagai pusat syiarnya dalam
mengislamkan penduduk setempat sebelum menyebar ke seluruh Lombok.
Dari Bayanlah kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah barat,
tengah, serta timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas wetu telu di
wilayah-wilayah tersebut. Di Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong.
Di Lombok Tengah, komunitas ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan.
Sedangkan, di Lombok Timur tidak begitu banyak.
Tidak banyaknya komunitas wetu telu di Lombok Timur terjawab
dengan versi penyebaran Islam melalui Sulawesi. Penyebaran ini dibawa oleh para
pedagang dan nelayan Sulawesi Selatan melalui Labuhan Kayangan, Lombok Timur
pada abad ke-14. Jejaknya adalah banyaknya komunitas nenek moyangnya berasal
dari Makassar di sepanjang pantai di Lombok Timur. “Mereka lebih dikenal dengan
sebutan Islam Suni. Ada juga yang menyebutnya wetu lima,” kata Akhyar, yang
menulis buku Islam Lokal: Akulturasi Islam di Bumi Sasak pada 2008.
Diperkirakan pengaruh Sunan Prapen di Lombok Timur tidak besar
karena sudah ada penyebar agama Islam dari para pedagang dan nelayan Makassar
tersebut. Diduga, Sunan Pra penatau pengikutnya meninggal kan la dang dakwah
yang sudah dimasuki oleh para pedagang dan nelayan itu. Dalam sejumlah catatan,
Sunan Pra penmemang disebutkan tidak begitu lama menetap di Lombok, dia
kemudian menyerahkan tugas penyebar an Islam di pulau ini kepada dua orang
kepercayaannya, Raden Sumu liya dan Raden Salut. Setelah itu, Sunan Pra pen
menuju Pulau Sum bawa dan Bima.
Namun, Akhyar punya analisis tersendiri. Ada yang bilang dia ke
Sumbawa, ada juga yang bilang dia kembali ke Jawa. Setelah saya lacak yang di
Pulau Sumbawa ini banyak jejak kerajaan dari Makassar. Menurut saya, Sunan
Prapen langsung kembali ke Jawa, tidak berlayar ke Sumbawa, ujarnya.
Setelah lima abad, Lombok dan Sum bawa yang kemudian menjadi
Nusa Tenggara Barat mayoritas pendu duk nya adalah Islam. Dari sekitar 4,4 juta
jiwa penduduknya, sekarang ini 80 persen adalah pemeluk Islam. Sisanya adalah
Hindu, Budha, dan Kristen. Tentu saja Sunan Prapen, para muridnya, serta para
pedagang Arab dan Makassar perannya dalam penyebaran Islam di kedua pulau ini
tak bisa diabaikan.
Sebelum Islam masuk ke Lombok (juga Sumbawa), masyarakatnya
adalah penganut kepercayaan pada animisme, dinamisme, dan Hindu. Masuknya agama
Hindu di Lombok diyakini merupakan jejak dari kehadiran imperium Majapahit di
pulau ini pada pertengahan abad ke-14.
Mengenai masuknya Islam di Lombok, beberapa catatan yang
mengutip Babad Lombok menyebutkan, proses penyebaran agama Islam ini adalah
usaha keras dari Raden Paku atau Sunan Giri dari Gresik yang memerintahkan
raja-raja di Jawa Timur untuk
menyebarkan Islam ke seluruh nusantara.
No comments