Kesultanan Sumbawa
Istana Dalam Loka
Kesultanan Sumbawa atau
juga dikenal dengan Kerajaan Samawa adalah salah satu dari tiga
kerajaan islam besar di Pulau Sumbawa. Keberadaan Tana
Samawa atau wilayah Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak zaman
Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa
dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu.
Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut
animisme dan sebagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja
terakhir dari Dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan
tentang kegiatan pemerintahan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah
menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Perjanjian itu baru
sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan
perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban.Kerajaan Gowa yang
pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung Kerajaan Samawa.
Setelah
Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut agama
Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan Kerajaan
Gowa , maka ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut-pengikutnya, kira-kira ke
wilayah Kecamatan Utan-Rhee sekarang. Ia diturunkan dari tahtanya karena
mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Gowa, tidak disebutkan
apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Gowa sangat
besar. Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 sekaligus
mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa.
- Kedatangan Islam
Diperkirakan agama Hindu-Budha telah berkembang di kerajaan-kerajaan kecil dipulau sumbawa sekitar 200 tahun sebelum invansi kerajaan majapahit ke wilayah ini. beberapa kerajaan itu antara lain kerajaan Dewa Mas Kuning di selesek (Ropang), kerajaan Airenung (moyo hulu), kerajaan awan kuning di sampar samulan (moyo hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang (Taliwang) dan Kerajaan Jereweh.
Agama Islam masuk ke Pulau Sumbawa lebih dahulu daripada Pulau Lombok antara tahun 1450-1540 yang di bawa oleh para pedagang islam dari Jawa dan Sumatera, khususnya Palembang. Runtuhnya kerajaan majapahit telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil di Pulau Sumbawa menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka. kondisi ini justru memudahkan bagi proses pengenalan ajaran islam oleh para mubaligh tesebut. Pada abad ke-16, sunan Prapen yang merupakan keturunan sunan Giri dari jawa datang untuk menyebarkan ajaran islam pada kerajaan-kerajaan hindu di Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari kerajaan Gowa tahun 1618 atas kerajaan dewa maja paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang bersedia masuk islam sehingga menghasilkan sumpah "Adat dan Rapang Samawa" (contoh-contoh kebaikan) tidak akan di ganggu gugat sepanjang raja dan rakyatnya menjalankan syariat islam.
- Berdirinya Dinasti Dewa Dalam Bawa
Pemberhentian Mas Goa secara paksa pada tahun 1673 mengakhiri pengaruh
Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Satu tahun berikutnya, pada 1674 Dinasti
baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa. Saat itu rakyat Sumbawa
sudah mulai memeluk agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa ini berkuasa hingga
tahun 1958. Saat Kesultanan Sumbawa bergabung dengan Republik Indonesia.
Penguasa pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunnurrasyid I (1674-1702). Ia kemudian digantikan oleh
putranya, Pangeran Mas Madina, bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin I yang
menikah dengan putri Raja Sidenreng dari Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia
Karaeng Agang Jene. Setelah wafat, Jalaluddin I digantikan oleh Dewa Loka
Lengit Ling Sampar, kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bukti
sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi
diperkirakan mereka memerintah Sumbawa pada tahun 1723-1732.
Pada tahun 1732 kekuasaan atas Kesultanan Sumbawa kembali dipegang
oleh keponakan Sultan Muhammad Jalaluddin I, bergelar Sultan Muhammad
Kaharuddin I (1732-1758). Ketika ia wafat, kekuasaan diambil alih istrinya, I
Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultanah Siti Aisyah. Raja wanita
ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu-pembantu sultan, sehingga
pada tahun 1761, ia diturunkan dari tahta. I Sugiratu Karaeng Bontoparang
sejatinya akan digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak.
Lalu Mustanderman Datu Bajing kemudian menyarankan untuk mengangkat adiknya
yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin (1761-1762). Setelah masuknya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda. Kesultanan Sumbawa
berhasil ditaklukkan dan menjadi bagian wilayah Gubernemen Celebes,
dan sesuai dengan pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk
wilayah Karesidenan Timor (Timor en Onderhoorigheden) dengan
ibukota di Sumbawa Besar.
Kekuasaan Belanda pun semakin merajalela. Belanda ikut mengatur keadaan
politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau
Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling
dengan ibukota di Sumbawa Besar. Asisten Resident yang pertama
adalah Janson van Ray. Kesultanan Sumbawa dibagi dalam dua onderafdeeling,
yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931), dibangun Istana Dalam Loka Samawa. Hal ini
sangat dimungkinkan karena Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda
pemerintahan selama 48 tahun. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, tahta
sultan turun kepada putra mahkota, yang mendapat gelar Sultan Muhammad
Kaharruddin III, yang pada masa pemerintahannya dibangun Istana Bala Puti yang
sekarang menjadi Wisma Praja Kabupaten Sumbawa. Pada zaman pemerintahannya
pula menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepang. Tepat pada
bulan Mei 1942, delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah
pimpinan Kolonel Haraichi. Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 8
Maret 1942, organisasi-organisasi Islam di Sumbawa seperti Nahdatul Ulama,
Muhammadiyah, dan Al-Irsyad, mulai mengatur siasat. Sementara itu, tiga
kerajaan di Pulau Sumbawa mengambil sikap tegas menyatakan diri lepas dari
kekuasaan Belanda. Kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama, karena setelah
Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom, Jepang menyerah kepada Sekutu. Praktis
kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk,Soekarno dan Mohammad
Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945.
*** Catatan: Letusan Gunung Tambora Pada tahun 1815, Kerajaan Sumbawa di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Kaharuddin II (1795-1816)
No comments