Header Ads

Header ADS

Permasalahan Pendidikan di Indonesia


Bagi sebagian orang yang berkompoten terhadap bidang pendidikan menyadari bahwa dunia pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih “berjalan ditempat”, ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh system pendidikan yang ada.

Dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan perkapita yang menunjukkan bahwa indeks pembangunan Indonesia makin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke- 109 tahun 1999.

Menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia menduduki peringkat ke- 12 dari 12 negara di asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.

Kualitas pendidikan Indonesia juga ditunjukkan data Balitbang (2003) banyak dari 146.025 SD di Indonesia ternyata hanya 8 sekolah yang dapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia juga hanya 8 sekolah yang mendapatkan pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia dengan kategori The Diploma Program (DP).

Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1.    Rendahnya sarana fisik.
2.    Rendahnya kualitas guru.
3.    Rendahnya kesejahteraan guru.
4.    Rendahnya prestasi siswa.
5.    Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan.
6. Mahalnya pendidikan.

Dari latar belakang masalah pendidikan Indonesia diatas dapat dirumuskan bahwa:
1.    Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2.    Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3.    Apa saja penyebab kualitas pendidikan rendah?
4. Upaya yang diambil dari permasalahan pendidikan di Indonesia?

Ciri-ciri Pendidikan
Cara hidup serba teknologi dalam kebudayaan Indonesia. Hal ini penting sebab kemajuan teknologi di dunia sangat pesat. Bila pendidikan tidka menyiapkan sikap positif terhadap teknologi, dikhawatirkan Indonesia akan tertinggal dalam bidang itu. Agar tidak terjadi hal seperti itu sejak awalpara siswa/mahasiswa perlu memahami teknologi, mengerti manfaatnya dalam kehidupan, dan bila mereka berbakat perlu dibina untuk menjadi kader-kader teknologi yang pantang menyerah.

Kualitas Pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Indonesia masih belum baik, ada dua hal yang harus dipenuhi yaitu:
a.    Akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan
b. Meningkatkan kurikulum dan kompetensi guru yang merata.

Pemerintah harus bisa meningkatkan kualitas Sumber Daya manusia (SDM) dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan. Jika kualitas pendidikan dan SDM sudah mumpuni, maka Indonesia berpeluang menjadi basis produksi dan emnguasai pasar Asean Economic Community (AEC). Berdasarkan data United Nations Development Program (UNDP) 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei dengan indeks 0,67 persen. Sedangkan Singapura dan Malaysia mempunyai indeks yang jauh lebih tinggi yaitu 0,83 persen dan 0,86 persen. Indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia juga dinilai masih rendah yaitu 14,6 persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen.

Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
a.    Efisiensi Pengajaran di Indonesia
Efisiensi adalah bagaimana menghasilkan efktivitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih murah. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu juga yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Jika berbicara tentang biaya pendidikan, tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun juga berbicara tentang fasilitas pendukung seperti buku, berbicara biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang dipilih. Di Sekolah Dasar Negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, namun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya hal itu diwajibkan oleh pendidik yang bersangkutan. Yang mengejutkan lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat dilihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwalnya pengajaran perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00. hak tersebut jelas tidak efisien, karena peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terliha, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peseta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang. Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun si A mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal tersebut benar-benar terjadi jika dilihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebenarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan membuat tertarik peserta didik. Dalam beberapa tahun belakangan ini, sekolah menggunakan system pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, KBK yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, KTSP, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, Tenaga pendidik pasti menggati cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga sangat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kurang efektif lalu langsung menggatinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative teta, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologi dan efisiensi ekonomi. Efisensi teknologi diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

b. Rendahnya Kesejahteraan Guru
rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan survey FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp. 1,5 Juta. Guru bantu Rp. 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp. 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, tentu saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, member les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang, berkebun, dan sebagainya. (Republika, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.

c. Peraturan yang Terlalu Mengikat
Ini tentang kurikulum K13, kurikulum yang seharusnya sekolah memiliki sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi? Karena tuntutan RPP, SILABUS yang membelenggu kreatifitas guru dan sekolah dalam mengembangkan kekuatannya. Yang terjadi RPP banyak jiplakan. Padahal RPP seharusnya unik sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Administrasi-administrasi yang membelenggu guru, yang menjadikan lebih terfokus pada administrator, sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai mediator, motivator, akselerator, fasilitator, dan lainnya.

d. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga pPerguruan Tingg (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab Negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Harapan dan Solusi Pendidikan di Indonesia
Dibuuthkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Dalam meningkatkan mutu pendidikan lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar,lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kuriikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujudkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukkan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan inrastrusktur sekolah. Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hamper rusak diwilayah terpencil.

Dukungan masyarakat, lembaga social, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga social, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.

No comments

Powered by Blogger.